phone: +420 776 223 443
e-mail: support@londoncreative.co.uk

Kamis, 11 Oktober 2012

KAOS RSJ KEDIRI


Senin, 23 Juli 2012

Wong Gembel....



Jumat, 11 Mei 2012

Tshirt Rasta









Rabu, 02 Mei 2012

Bob Marley segera Dirilis Di Facebook

Film Dokumenter Bob Marley segera Dirilis Di Facebook

April 14th, 2012 by admin.ewahana | Posted under Facebook. Music indonesia bisa dikatan sedikit lebih maju dibanding dengan music tetangga negara kita.
Penggemar musik reggae khususnya dengan sang legenda Bob Marley? Sebuah fim dokumenter yang mengisahkan ikon musik reggae dunia ini akan segera hadir di bioskop.
Bob Marley
Film tersebut berjudul Marley. Tak hanya hadir di bioskop, rencananya film ini akan dirilis secara bersamaan di Facebook.
Dan dana yang terkumpul dari film ini akan disumbangkan ke yayasan Save The Children sebuah organisasi amat untuk anak yang kurang mampu.
Kevin Mcdonald adalah sutradari film tersebut. Dan Marley dapat dinikmati di Facebook mulai 20 April mendatang.
Lantas berapakah biaya untuk menyaksikan Marley di Facebook? Cukup sediakan dana USD 6,9 atau sekitar Rp 64 ribu saja.
“Ini bukan hanya sekadar film dokumenter. Marley membawa misi kemanusiaan khususnya bagi anak-anak,” terang Ziggy Maley, pruduser eksekutif Marley.
Ia menambahkan jika film Marley akan membantu anak-anak miskin di seluruh dunia sesuai dengan keinginan Bob (Marley). Kerjasama ini secara serius dilakukan untuk membantu mereka.
Marley diproduksi oleh Shangri-La entertainment dan Charles Steel serta didistribusikan oleh Magnolia Pictures.
Facebook sendiri sejak bulan Maret 2011 telah menyediakan fitur penyewaan film. Dan dengan fitur ini pengguna dapat menikmati film melalui streaming digital.
Netflix dan Hulu merupakan salah satu mitra Facebook dalam film streaming digital. Dan fitur ini diyakini menjadi pintu masuk dalam distribusi film masa depan

Rabu, 18 April 2012

REGGAE dan RASTA

Perbedaan REGGAE dan RASTA

Reggae dan rasta

Di Indonesia, reggae hampir selalu diidentikkan dengan rasta. Padahal, reggae dan rasta sesungguhnya adalah dua hal yang berbeda. "Reggae adalah nama genre musik, sedangkan rasta atau singkatan dari rastafari adalah sebuah pilihan jalan hidup, way of life," ujar Ras Muhamad , pemusik reggae yang sudah 12 tahun menekuni dunia reggae di New York dan penganut ajaran filosofi rasta. Repotnya, di balik ingar-bingar dan kegembiraan yang dibawa reggae, ada stigma yang melekat pada para penggemar musik tersebut. Dan stigma tersebut turut melekat pada filosofi rasta itu sendiri. "Di sini, penggemar musik reggae, atau sering salah kaprah disebut rastafarian, diidentikkan dengan pengisap ganja dan bergaya hidup semaunya, tanpa tujuan," ungkap Ras yang bernama asli Muhamad Egar ini. Padahal, filosofi rasta sesungguhnya justru mengajarkan seseorang hidup bersih, tertib, dan memiliki prinsip serta tujuan hidup yang jelas. Penganut rasta yang sesungguhnya menolak minum alkohol, makan daging, dan bahkan mengisap rokok. "Para anggota The Wailers (band asli Bob Marley) tidak ada yang merokok. Merokok menyalahi ajaran rastafari," papar Ras.

Ras mengungkapkan, tidak semua penggemar reggae adalah penganut rasta, dan sebaliknya, tidak semua penganut rasta harus menyenangi lagu reggae. Reggae diidentikkan dengan rasta karena Bob Marley—pembawa genre musik tersebut ke dunia adalah seorang penganut rasta.

Ras menambahkan, salah satu bukti bahwa komunitas reggae di Indonesia sebagian besar belum memahami ajaran rastafari adalah tidak adanya pemahaman terhadap hal-hal mendasar dari filosofi itu. "Misalnya waktu saya tanya mereka tentang Marcus Garvey dan Haile Selassie, mereka tidak tahu. Padahal itu adalah dua tokoh utama dalam ajaran rastafari," ungkap pemuda yang menggelung rambut panjangnya dalam sorban ini.
Pemusik Tony Q Rastafara pun mengakui, meski ia menggunakan embel-embel nama Rastafara, tetapi dia bukan seorang penganut rasta. Tony mencoba memahami ajaran rastafari yang menurut dia bisa diperas menjadi satu hakikat filosofi, yakni cinta damai. "Yang saya ikuti cuma cinta damai itu," tutur Tony yang tidak mau menyentuh ganja itu.
Namun, meski tidak memahami dan menjalankan seluruh filosofi rastafari, para penggemar dan pelaku reggae di Indonesia mengaku mendapatkan sesuatu di balik musik yang mereka cintai itu. Biasanya, dimulai dari menyenangi musik reggae (dan lirik lagu-lagunya), para penggemar itu kemudian mulai tertarik mempelajari filosofi dan ajaran yang ada di baliknya.

Seperti diakui Hendry Moses Billy, gitaris grup Papa Rasta asal Yogya, yang mengaku musik reggae semakin menguatkan kebenciannya terhadap ketidakadilan dan penyalahgunaan wewenang. Setiap ditilang polisi, ia lebih memilih berdebat daripada "berdamai". "Masalahnya bukan pada uang, tetapi praktik seperti itu tidak adil," tandas Moses yang mengaku sering dibuntuti orang tak dikenal saat beli rokok tengah malam karena dikira mau beli ganja.
Sementara Steven mengaku dirinya menjadi lebih bijak dalam memandang hidup sejak menggeluti musik reggae. Musik reggae, terutama yang dipopulerkan Bob Marley, menurut Steven, mengajarkan perdamaian, keadilan, dan antikekerasan. "Jadi kami memberontak terhadap ketidakadilan, tetapi tidak antikemapanan. Kalau reggae tumbuh, maka di Indonesia tidak akan ada perang. Indonesia akan tersenyum dengan reggae," ujar Steven mantap.

Sila dan Joni dari Bali menegaskan, seorang rasta sejati tidak harus identik dengan penampilan ala Bob Marley. "Rasta sejati itu ada di dalam hati," tandas Sila sambil mengepalkan tangan kanan untuk menepuk dadanya.

Album BOB MARLEY






















Wallpaper